Namun tak pernah terpikir di benakku sinar itu
pula yang kan membakar hati ini. Bermula dari rasa kecemburuanku. Saat ia
berniat untuk menemui seseorang yang pernah ada dihatinya. Yang dulu pernah
menghiasi hari-hari Rendy sebelum aku hadir dalam hidupnya. Aku tahu meski
sudah tidak ada apa-apa diantara mereka bukan berarti tidak terjadi apa-apa
kan. Dan dengan keegoisanku, aku sempat tak mengijinkannya, tetapi ia tetap
saja menemui mantan kekasihnya itu. Hampa, kesal, dan amarah seluruhnya ada
dibenakku saat itu. Aku masih belum rela ketika ia menemui mantan kekasihnya
itu. Rasanya hati ini seperti ditikam oleh pisau tajam, dan ini sangat melukai
diriku. Seakan-akan diriku ingin memeluk erat tubuhnya agar ia tak bisa pergi kemanapun
termasuk menemui mantan kekasihnya itu.
Entah,
mungkin aku saja yang terlalu takut kehilangan malaikat tanpa sayapku itu, atau
memang aku terlalu berlebihan dalam menjalin hubungan ini? Atau memang ini yang
namanya cinta? Yang tidak merelakan orang yang dicintai bersama yang lain
selain aku. Sempatku berdebat dengannya hanya karena hal ini, karena
keegoisanku. Dan tanpa berpikir panjang, aku tidak sengaja mengucapkan
kata-kata yang membuat ia tersinggung dan marah kepadaku. Mengungkit-ungkit
masa laluku, yang pernah menghancurkan hidupku, dan yang pernah membuatku
terpuruk. Karena itu ia meragukan cintaku, sempat tak percaya dengan perhatianku,
kasih sayangku selama ini. Sempatku kecewa karnanya, tapi aku berusaha tuk
tidak mendahulukan keegoisanku, aku memilih tuk mengalah dan meminta maaf.
Memintanya untuk melupakan masalah ini. Karena aku tau aku yang salah. Aku
terlalu egois, mementingkan kecemburuanku.
Tak
kusangka kecemburuanku inilah yang membuat aku terjatuh, terperosok kedalam
lubang yang dalam untuk kedua kalinya. Berusaha mencari celah agar dia bisa
memaafkan aku. Mungkin rasa cintaku terlalu berlebihan, atau mungkin aku terlalu
takut untuk kehilangan dirinya. Atau juga aku tidak mau peristiwa dulu kembali
terulang, kembali merasakan sakitnya hati ditinggal pergi seseorang yang sangat
aku cintai. Aku tak mau itu terjadi, karena aku sudah terlanjur mencintai
dirinya. Dirinya seperti malaikat penolong bagiku, yang menolong aku disaat aku
terpuruk dia membuatku bangkit kembali.
Untuk
menebus kesalahanku, aku mencoba untuk melakukan hal yang sama yang dulu ia
selalu lakukan. Aku berusaha untuk mencurahkan perhatianku yang lebih untuknya,
seperti yang ia lakukan dulu, karena hal itu juga yang membuat hatiku luluh
terhadapnya. Dan usahaku berbuah manis, oa memaafkanku. Setelah ia memaafkan
diriku, aku berusaha untuk membuat ia lupa dengan masalah ini, mencoba
memperbaiki hubungan kita yang sempat terganggu, menjadi harmonis lagi seperti
dulu, saat pertama menjalin hubungan. Namun itu tak semudah yang kukira, sulit
membuat ia lupa. Seperti ku harus berjalan sendiri menyusuri hutan dalam
kegelapan malam, namun setidaknya aku masih membawa setitik cahaya yang sedikit
demi sedikit membantuku menyusuri jalan itu. Dengan sabar aku mencoba untuk
menemukan jalan keluar, dan lagi-lagi tak semudah yang ku kira. Rendy berubah,
ia berbeda. Dia tak seperti Rendy yang dulu aku kenal. Kini sikapnya sangat
dingin terhadapku, sedingin angin malam yang menembus kalbuku. Aku mencoba
untuk sabar, siapa tahu dia akan kembali seperti dulu lagi. Namun setelah lama
aku bersabar dia tak kunjung berubah. Bahkan ia lebih parah. Tak pernah lagi
memberi kabar kepadaku. Andai saja dia tahu, bahwa hati ini tak tenang disaat
ia tak memberi kabar.
Meskipun
dia kini begitu kepadaku, tak pernah terbesit dipikiranku untuk meninggalkan
dirinya, aku akan menunggu disini hingga aku tak mampu menunggu lagi. Meski
terkadang hati ini rindu, rindu akan kasih sayangnya yang dulu slalu dia
berikan kepadaku. Merindukan dirinya, seperti bunga merindukan matahari di
musim hujan. Seandainya waktu dapat kembali terulang, hal pertama yang pasti
aku minta adalah cintanya kepadaku seperti dulu dan aku juga berharap dia bukan
orang yang sama membuat aku tertawa dan menangis.
Setelah
sekian lama aku menunggu dan setelah sekian lama aku menahan air mata ini,
akhirnya Rendy datang memberi kabar yang sudah kutunggu-tunggu sejak dulu,
meski hanya lewat pesan singkat, tapi rasanya hati ini sudah merasa bahagia.
Segera aku baca sebuah pesan singkat yang ku anggap sangat berharga itu. Dan
isinyaa….
“Sayang.
Aku mau ngomong sesuatu. Tapi sebelumnya aku minta maaf banget ya. Boleh enggak
aku sayang sama kamu tapi juga sayang sama wanita lain? Kalau enggak iya
terpaksa aku ngomong kata suram itu”
Sempatku
tak percaya dia yang menulis kata-kata yang menyakitkan itu kepadaku. Dan tak
kusadari air mataku yang sudah lama aku tahan akhirnya menetes juga, tak
sanggupku membaca kata-kata itu. Kata-kata yang menusuk jantungku, yang menikam
hatiku. Tak pernah terpikirkan, dia memberikan pilihan yang sangat sulit bagiku,
antara bertahan atau diduakan. Kebimbangan ini membuatku terpuruk, seperti ku
harus menentukan dua jalan yang mana harus ku tempuh, kedua jalan yang terjal,
berliku, dan penuh dengan ranjau. Peristiwa yang dulu terulang kembali, namun
ini yang lebih membuatku terjatuh, seperti dihempaskan dari tempat yang tinggi.
Andai saja dia mengerti keadaan hatiku saat ini. Hatiku remuk redam.. Aku
mencoba tuk menerima takdir ini. Menerima dan mencoba tuk bertahan disebuah
keadaan yang tak memungkinkan. Apakah aku bisa bertahan? Bertahan dalam
kesedihan, ataukah memang kesedihan itu adalah cintaku untuknya, saat aku siap
untuk membahagiakannya sedangkan ia untuk menoleh saja sudah tidak mau. Meski
dia begitu, walau cinta tlah menyakitiku, tapi pada awalnya cinta itu yang
membuatku bahagia melebihi apapun yang pernah ada. Aku tau mungkin jalan untuk
membahagiakannya tak akan mudah, hanya perlu dia ketahui rintangan apapun akan
selalu aku lewati, bahkan orang ketiga sekalipun, aku tak akan melepaskannya
begitu saja. Aku akan bertahan untuk cinta ini, dan hatiku akan selalu kujaga
hanya untuknya, tak akan ku biarkan satu orang pun tuk mengusiknya. Cukup Rendy
dihatiku! Karena dalam setiap nafasku, aku selalu ingat dirinya, ingat betapa
indah senyumnya yang mampu menyejukkan hatiku, bahkan tiada hari tanpa
memikirkan dirinya. Selalu ada namanya disetiap doaku. Aku tidak rela, jika
harus memutuskan tali cinta yang telah kia buat selama ini. Sebisa mungkin kan
kucoba, meski hati ini bilang tak bisa, tapi apa daya hati ini sudah terlanjur
cinta kepadanya.
Bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar